Selasa, 29 Juli 2008
Mau Jadi Presiden?
Kapan presiden Indonesia itu bisa dicalonkan secara perseorangan? Apakah nanti bisa mengikuti jejak revisi UU 32/2004 yang kini membolehkan kepala daerah diajukan secara perseorangan? Barangkali hingga kini sangat sulit menjawabnya. Atau, jawabannya memang sengaja “dipersulit”.
Yeah, gambarannya itu bisa didapat takkala DPD (Dewan Perwakilan Daerah) beberapa waktu lalu secara resmi mengusulkan kebijakan itu ke DPR RI. Sejumlah oknum wakil rakyat secara terang-terangan menolaknya. Wakil rakyat di sana beranggapan parpol merupakan satu-satunya pihak yang punya hak eksklusif mengusulkan calon presiden.
Alasan yang dikemukakan wakil rakyat di gedung bundar sangat klasik. Katanya, “konstitusi telah mengatur hal ini”. Apakah konstitusi tidak bisa direvisi? Anda barangkali lebih ahli untuk menjawabnya.
Ketimbang repot-repot menjawabnya, bagaimana kalau saya ajak Anda sebentar termenung membayangkan apa kira-kira yang dilakukan calon presiden perorangan untuk memenangkan pemilu? Ini tentu lebih menarik. Maklum tantangannya pasti sangatlah berat.
Calon presiden yang diusung parpol boleh dibilang lebih diuntungkan. Mengingat mereka punya cabang hingga ke pelosok-pelosok. Sementara calon presiden perseorangan paling-paling terkenal di Jakarta atau paling banter di daerah asalnya.
Bukan berarti calon presiden perseorangan itu mustahil menang. Dana yang dikeluarkan sudah pasti besar. Tapi peluang tetap terbuka, asal tahu caranya. Tentu dihindari pemborosan pengeluaran yang berlebihan.
Kalau tak mau boros gandeng saja pihak media. Tentu bukan media nasional saja. Lebih cenderung melibatkan media lokal.
Apalagi sekarang media lokal yang profesional itu punya divisi Event Organizer. Jadi kerjasama saja dengan mereka. Daripada repot-repot membikin tim sukses di tiap kota. Lagipula sekarang itu bukan zamannya lagi kampanye harus digeber di sebuah panggung besar dengan menyewa artis sebagai penghibur. Harus dicari bentuk kampanye yang efektif dan dahysat.
Misalnya, saat yang bersangkutan hendak mencalonkan diri. Biasanya yang bersangkutan diminta mengumpulkan dukungan berupa KTP dan tanda tangan. Nah, menggelar acara pengumpulan ini gunakan saja jasa Event Organizer milik media lokal.
Pengumpulan KTP dan tanda tangan itu sebaiknya digelar secara terbuka dan transparan. Supaya yang hendak dicalonkan bisa mengukur dirinya itu memang didukung rakyat atau tidak. Kalau memang didukung, lanjutkan. Kalau ternyata tidak, perlu dipikir ulang sudah siapkah kehilangan duit lebih banyak lagi?
Biar mendapat dukungan besar, si calon perseorangan sebaiknya punya kelebihan lain dibanding calon yang diusung parpol. Misalnya, si calon perseorangan harus berani mengumumkan kabinetnya sejak jauh-jauh hari. Otomatis sebelum pemilu, rakyat sudah bisa mengetahui calon-calon menteri mendatang.
Calon menteri yang diumumkan sebaiknya lebih independen sehingga lebih mudah diterima “pasar suara”. Inilah yang membedakan dengan calon presiden yang diusung parpol. Mereka cenderung tidak berani mengumumkannya sejak jauh-jauh hari. Berdasarkan pengalaman, ini dikarenakan terlalu banyak “pesanan” dan kompromi dengan parpol lain.
Si calon perseorangan sebaiknya juga tahu apa yang dilakukan setelah terpilih nanti. Penyampaian visi dan misinya tidak lagi hanya omong kosong saja. Misalnya, menebarkan janji akan membuka seluas-luasnya lapangan kerja. Janji seperti ini sudah tidak laku lagi. Rakyat butuh program kongkritnya. Sebaiknya dijelaskan secara detail bagaimana tahapan-tahapannya! Rakyat otomatis bisa menilai solusi yang diajukan apakah memang layak untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya atau tidak.
Si calon perseorangan sebaiknya juga punya catatan peraturan apa saja yang hendak dibikinnya setelah terpilih nanti. Termasuk pula peraturan-peraturan apa saja yang hendak direvisinya. Tunjukkan kepada masyarakat catatan-catatan itu. Dukungan rakyat pasti membesar kalau mengetahui pasal-pasal yang merugikan rakyat selama ini akan dihapuskan.
Catatan ini bisa disampaikan sejak jauh-jauh hari lewat media local secara continue. Bisa saja berbentuk berita advertorial bersambung. Nah, ketika hendak mengumpulkan KTP dan tanda tangan bisa sekalian ditutup dengan diskusi di tiap kota. Pada akhirnya kerjasama dengan Event Organizer lokal itu memang harus satu paket. Kalau perlu disediakan mesin photocopy gratis, supaya setelah diskusi digelar peserta bisa langsung menyerahkan KTP-nya.
Sekarang tertarikkah Anda menjadi calon presiden perorangan? Sebaiknya memang dilihat dulu isi kantong Anda!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar