Selasa, 29 Juli 2008

Duh, banyak betul Parpolnya!





Beberapa hari lalu, di sebuah televisi swasta, ada tayangan menarik. Seusai diumumkan oleh KPU, masyarakat diminta komentarnya, mau memilih partai baru atau partai lama? Jawabannya tentu sangat beragam. Yang memilih partai lama beralasan; tidak kenal tuh siapa sih penghuni pengurus partai baru itu, dan apa pula maunya dalam pemilu mendatang. Sementara yang memilih partai baru beralasan sudah kenal seluk beluk partai lama, jadi menginginkan adanya perubahan.

Bisa dibilang alasan yang diucapkan masing-masing kubu ada betulnya. Itu kalo melihat realita yang terjadi di lapangan. Penghuni partai baru kalo ditengok kok kayaknya mirip orang-orang partai lama juga? Dugaan sementara sih mereka itu orang-orang yang tak kuat bersaing di partai lama. Kemudian memilih mendirikan partai baru agar aksesnya mendapatkan kekuasaan lebih instan. Yeah, daripada terlalu lama menunggu pengurus senior partai lama “meninggal” dulu, kan panjang betul antrean untuk menggantinya.

Kalo memilih partai lama juga harus siap geleng-geleng kepala. Itu jika menengok dari sudut pandang produk yang dihasilkan partai-partai lama di gedung dewan hingga saat ini. Para wakil rakyat yang ada sekarang sih bisa dibilang jago ngomong. Tapi, untuk urusan setuju dan tidak setuju saja.

Sangat langka ditemui ada anggota dewan yang berjuang dari awal sampai kemudian berhasil menggolkan sebuah produk. Tentu produk yang dimaksud di sini adalah produk perundang-undangan. Padahal wakil rakyat itu punya hak inisiatif. Namun rata-rata hak inisiatif itu tak pernah digunakan. Justru hak inisiatif selalu datangnya dari pihak eksekutif saja. Wakil rakyat lebih sering tugasnya cuma tinggal coret sana dan coret sini dengan diakhiri dengan kata SETUJU.

Menggunakan hak inisiatif memang tidaklah mudah. Dituntut peran parpol yang sangat besar. Misalnya, mengadakan pelatihan membuat perundang-undangan untuk calon wakil rakyat yang hendak duduk di dewan. Tentu harus mengundang para pakar yang ahli di bidangnya dan independen. Bila ada yang tidak lulus pelatihan dan tak mendapat sertifikat, dilarang saja ikut pencalonan. Otomatis kualitas calon wakil rakyat yang diajukan lebih mumpuni.

Kemudian parpol sebaiknya juga aktif membikin rancangan perundang-perundangan. Tentu rancangan perundang-undangan yang diusulkan sifatnya bukan copy paste saja. Ah, jadi ingat studi banding yang kerap dilakukan anggota dewan. Paling banter saat hendak pulang minta oleh-oleh perundang-undangan dari kota yang jadi tempat studi banding. Selebihnya basa-basi dan jalan-jalan saja. Padahal kalo mau minta contoh perundang-undangan dari kota lain tak perlu datang ke sana. Parpol itu kan punya cabang di mana-mana. Jadi tinggal minta dikirimi saja sama temannya dari kota lain.

Intinya kalau parpol aktif membikin sendiri rancangan perundang-undangan tentu lebih mudah memperjuangkannya di dewan. Kalau perjuangannya diekspos media kan’ sungguh cantik peran parpol dinilai oleh masyarakat. Jadi kesannya parpol itu tak ramenya saat kampanye pemilu saja.

Adakah diantara 34 parpol yang diumumkan KPU baru-baru tadi punya sistem seperti ini? Kalau ada, saya sendiri ikhlas siap memilihnya. Kalau belum ada, silakan pula Anda golput atau tidak datang ke TPS nanti. Tapi atas keinginan pribadi, bukan saya yang menyuruh!

Tidak ada komentar: